7 Cara Ampuh Mengusir Kecoak dan Serangga di Dapur
Kecoak dan serangga yang tiba-tiba muncul dari tempat tersembunyi di dapur cukup menyebalkan ‘kan? Caranya, begini untuk membasmi.
Kebahagiaan seseorang tidak terlepas dari apa yang terjadi di sekitarnya. Saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, tentu saja akan memberi pengaruh pada indikator kebahagiaan seseorang. Berdasarkan artikel di Psychology Today, Susan Krauss Whitbourne Ph.D. memberikan penjelasan lengkap tentang tingkat kebahagiaan seseorang baru-baru ini.
Menurut Profesor Emeritus Psychological and Brain Sciences di Universitas Massachusetts Amherst, kebahagiaan lebih dari ‘merasa baik’. Biasanya, penelitian ilmiah yang bertajuk Psikologi Positif meminta responden menilai tingkat kebahagiannya dalam skor 1 hingga 10.
Dari skor tersebut penjelasan akan digali lebih dalam, apa yang membuat seseorang bahagia. Apakah kabar sehat dari kerabat atau kabar duka dari kawan dekat yang terpapar virus Covid-19 memengaruhi tingkat kebahagiaan dan lain sebagainya.
Kebahagiaan tidak memiliki kriteria tunggal, menurut Whitebourne. Kesimpulan tersebut didukung hasil pengamatan Galway Michael J. Hogan yang baru saja diterbitkan pada tahun 2020. Ditambah lagi Martin Seligman dari Universitas Pennsylvania juga menunjuk pada kebahagiaan-kebahagiaan sederhana. Beberapa poin di bawah ini jadi empat indikator kebahagiaan di era new normal. Ketika sebuah pandemi terjadi secara global, otomatis cara orang mengukur kebahagiaan akan berubah.
Pemaknaan tentang sebuah peristiwa, khususnya pandemi
Setiap orang merasakan efek dari masa-masa sulit dan meresahkan. Tidak ada yang tahu sampai kapan masa ini selesai. Bahkan ketika berkumpul bersama keluarga dan berusaha menganalisis, kapan dan bagaimana pandemi ini usai akan berhenti karena putus argumentasi. Lalu terhimpit dan memilih untuk menggayuh pemaknaan yang positif tentang masa sulit.
Banyak yang stres, depresi dan tertekan karena perubahan terjadi dengan drastis. Tapi, pemaknaan bahwa ‘oiya..semua merasa sulit’ atau ‘oiya..sepertinya memang harus menerima dan mengatasi segera’ menjadikan seseorang lebih punya motivasi.
Berempati
Ketika kabar paparan Covid-19 beredar silih berganti. Beberapa rekomendasi dalam studi Hogan adalah dengan berempati. Membantu orang lain sebisanya mendorong pikiran positif dan merasa lebih lega atau bahagia. Seenggaknya merasa lebih tenang karena pemahaman tentang masa sulit tidak hanya pada permukaan saja.
Source image: Elements Envato/Rawf8
Kolektif dan kolaboratif untuk mencapai kesejahteraan
Seorang psikolog Irlandia, dalam artikel Whitebourne, menganjurkan untuk memasukkan dimensi kolaboratif dan kolektif untuk mengukur kesejahteraan. Dengan berkolaborasi pada sistem besar maka akan memberi efek yang besar pula pada kesejahteraan.
Misalnya, bertukar hasil panen dari kebun di rumah atau memberikan donasi pada tetangga yang tidak bisa membeli paket data untuk sekolah. Aktivitas sederhana ini, dalam Psikologi Positif, bisa menjalin solidaritas dan kemanusiaan ketimbang kemarahan, kesedihan dan hal negatif lainnya.
Kebijaksanaan dan penerimaan
Kebijaksanaan adalah jalan ketiga, menurut seorang filsuf. Ketika terdapat dua arah jalan tak berujung, maka kebijaksanaan lahir sebagai solusi atas penerimaan kondisi sulit.
Ketika seseorang mencoba untuk menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan aktivitas domestik, artinya telah menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal lain misalnya, memberikan bantuan, ijin dan bekerja secara kolektif adalah wujud kebijaksaanaan dari seseorang.
Source image: Elements Envato/AboutImages
Dengan empat poin diatas, ketegangan dalam masa pandemi, atau sekarang disebut dengan era new normal akan lebih bisa dijalani dengan ‘bahagia’.
Kecoak dan serangga yang tiba-tiba muncul dari tempat tersembunyi di dapur cukup menyebalkan ‘kan? Caranya, begini untuk membasmi.