7 Cara Ampuh Mengusir Kecoak dan Serangga di Dapur
Kecoak dan serangga yang tiba-tiba muncul dari tempat tersembunyi di dapur cukup menyebalkan ‘kan? Caranya, begini untuk membasmi.
Sastrawan Sapardi Djoko Damono dikabarkan meninggal dunia pada Minggu (17/07/2020) di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Sang penyair legendaris diketahui menghembuskan nafas terakhirnya di usia 80 tahun.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940 dan merupakan seorang penyair, dosen, pengamat sastra, kritikus sastra, dan pakar sastra. Sepanjang hidup, beliau telah menulis sajak dan puisi hasil buah pikirannya.
Setiap karya-karyanya yang indah seolah mampu menyihir para pembaca dengan bahasa sederhana namun sarat makna.
Kini sang maestro mungkin telah tiada, tapi karya-karyanya akan selalu abadi di bumi. Untuk mengenang karya-karya Sapardi Djoko Damono, berikut beberapa puisinya yang paling terkenal.
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu
Kita abadi
Aku Ingin
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Pada Suatu Hari Nanti
“Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.”
Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta
mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat
mencintai cakrawala
harus menebas jarak
mencintai-Mu
harus menjelma aku
Tentu. Kau Boleh
Tentu. Kau boleh mengalir
di sela-sela butir darahku,
keluar masuk dinding-dinding jantungku,
menyapa setiap sel tubuhku.
Tetapi jangan sekali-kali
pura-pura bertanya kapan boleh pergi
atau seenaknya melupakan percintaan ini
Sampai huruf terakhir
sajak ini, Kau-lah yang harus
bertanggung jawab
atas air mataku.
Kecoak dan serangga yang tiba-tiba muncul dari tempat tersembunyi di dapur cukup menyebalkan ‘kan? Caranya, begini untuk membasmi.