7 Cara Ampuh Mengusir Kecoak dan Serangga di Dapur
Kecoak dan serangga yang tiba-tiba muncul dari tempat tersembunyi di dapur cukup menyebalkan ‘kan? Caranya, begini untuk membasmi.
Buat yang pernah nonton film Sokola Rimba, pasti udah nggak asing sama sosok Butet Manurung. Wanita bernama asli Saur Marlina Manurung ini bukanlah artis atau pemain film. Ia adalah sosok wanita inspiratif yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan di Indonesia.
Butet merupakan lulusan Antropologi dan Sastra Indonesia Universitas Padjajaran, Bandung. Setelah itu, ia mengambil master jurusan Antropologi Terapan dan melanjutkan studinya ke Australian Nation University di bidang Pembangunan Partisipasif. Ia pun pernah mengikuti kursus Global Leadership and Public Policy di Harvard Kenedy School Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Sokola Rimba, sebagaimana yang jadi judul film, merupakan sekolah rintisan Butet yang ia dirikan untuk Orang Rimba atau Suku Kubu yang mendiami Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi, yang kemudian melebar sampai ke Halmahera dan Flores.
Di daerah terpencil, Butet mengajarkan masyarakat untuk membaca, menulis, dan berhitung. Metode belajarnya pun tentunya disesuaikan dengan pola hidup masyarakat sehari-hari.
Wanita kelahiran Jakarta, 21 Februari 1972, ini memulai perjuangannya dari bekerja di Warung Informasi Konservasi atau WARSI, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada isu konservasi hutan di Sumatera tahun 1999. Di sana, ia punya misi untuk mengajar baca-tulis untuk anak-anak Suku Anak Dalam.
Pengalaman inilah yang membawanya untuk mendirikan Sokola Rimba bersama empat orang temannya. Mungkin kesannya sederhana ya, hanya mengajar baca-tulis, lalu apa? Tapi nyatanya perjuangan Butet sama sekali nggak semudah itu lho.
Mengajar Orang Rimba itu sulit. Ini karena mereka punya pendapat bahwa pendidikan akan mengubah adat istiadat yang mereka pegang teguh sejak lama. Perubahan memang nggak pernah mudah, kan?
Selama bertahun-tahun, Butet harus masuk-keluar hutan dan mencoba memberi pengertian. Namun, ia selalu mendapat penolakan. Bukan tanpa alasan, orang rimba ini memiliki pengalaman buruk karena berinteraksi dengan orang luar. Sehingga menerima kehadiran Butet pun bukan perkara mudah. Ia bahkan terus ditolak dan diusir tapi tak pernah menyerah untuk mencoba.
Salah satu alasan kenapa orang-orang rimba in butuh pendidikan literasi yang kuat pun akan berguna bagi masyarakatnya sendiri lho. Sebab, pendidikan akan jadi bekal agar mereka nggak gampang ditipu pihak asing.
Pernah ada momen di mana pihak asing melakukan pemindahan lahan atau penebangan pohon. Ini bisa sampai terjadi karena saat disodorkan kertas perjanjian, mereka nggak bisa membaca. Kepala suku pun langsung diminta cap jempol sebagai tanda persetujuan. Tanpa pernah mereka tahu apa isi surat tersebut yang ternyata sangat merugikan.
Kata Butet, kalau orang rimba literasinya kuat, maka kalau ada pengambilan lahan, mereka bisa melawannya. Mereka hanya harus membaca buku-buku yang Butet tinggalkan di sana untuk menghadapi pihak asing yang mencoba mengganggu wilayah mereka.
Sampai akhirnya, perjuangan pun membuahkan hasil yang manis. Butet pun berhasil membawa pendidikan pada anak-anak rimba di Jambi.
Pendekatan yang ia lakukan tentu berbeda ya dengan mengajar anak-anak di perkotaan. Ia mengajar anak-anak sambil bermain. Dari belajar abjad, menghitung belanjaan sambil pergi ke pasar.
Berkat kegigihannya, Butet pun berhasil menerima berbagai penghargaan skala internasional lho. Di antaranya ada Hero of Asia TIME Magazine 2004, Ashoka Fellow 200), Asia Young Leader 2007, Young Global Leader 2009, Ernst and Young Indonesian Social Entrepreneur of the Year 2012, dan Asia Nobel Prize - Ramon Magsaysay Award 2014.
Ia pun pernah menulis perjuangannya dalam buku berjudul Sokola Rimba dan diangkat menjadi film yang diperankan oleh Prisia Nasution.
Kecoak dan serangga yang tiba-tiba muncul dari tempat tersembunyi di dapur cukup menyebalkan ‘kan? Caranya, begini untuk membasmi.